NASIBMU guru. Nasib para ‘pahlawan tanpa tanda jasa’ itu, harus terus
diperjuangkan. Itulah yang dilakukan pemerintah dengan berusaha
memberikan tunjangan sertifikasi. Nilainya, satu kali gaji yang diterima
guru setiap bulan.
Tetapi, untuk mendapatkan tunjangan itu tidak mudah. Ada berbagai
persyaratan yang harus dipenuhi. Di antaranya harus memenuhi 24 jam
mengajar setiap minggu. Itu yang memberatkan. Terutama bagi tenaga
pendidik di daerah terpencil.
Jika tidak mencapai itu, guru yang bersangkutan akan dicoret dari daftar penerima tunjangan sertifikasi. Permasalahan muncul bagi guru yang memiliki jam mengajar sedikit. Antara lain, seperti guru olahraga dan guru mata pelajaran yang bukan utama.
Masih ada beberapa alternatif yang bisa ditempuh untuk memenuhi jam
mengajar. Yakni menerima tugas tambahan, seperti menjadi wakil kepala
sekolah, kepala laboratorium dan sebagainya. Atau, mencari tambahan jam
mengajar ke sekolah lain.
Poin kedua yang banyak ditempuh para guru. Bagi guru yang tinggal di perkotaan, mencari tambahan jam mengajar tidaklah sulit. Banyak sekolah yang membutuhkan guru. Tetapi, bagi guru yang tinggal di daerah pinggiran, seperti di sejumlah wilayah di Kalimantan Tengah, itu jelas problem luar biasa besarnya.
Poin kedua yang banyak ditempuh para guru. Bagi guru yang tinggal di perkotaan, mencari tambahan jam mengajar tidaklah sulit. Banyak sekolah yang membutuhkan guru. Tetapi, bagi guru yang tinggal di daerah pinggiran, seperti di sejumlah wilayah di Kalimantan Tengah, itu jelas problem luar biasa besarnya.
Bagi guru-guru di pedalaman itu ada banyak kendala untuk mengantongi
24 jam mengajar. Memang, di daerah pinggiran masih kekurangan guru.
Tetapi, jumlah sekolah di sana bisa dihitung dengan jari. Lalu, kemana
mereka harus mencari tambahan jam mengajar?
Ada kecurigaan guru-guru memalsukan dokumen agar bisa dianggap
memenuhi jam mengajar 24 jam. Ini tentu saja problem tersendiri yang
harus diatasi. Karena, masalahnya sudah menyangkut moral. Bapak dan Ibu
guru haruslah orang-orang jujur, lebih dari orang kebanyakan.
Permasalahan ini seharusnya bisa diterawang oleh pemerintah.
Peraturan dibuat seringkali tidak memerhatikan kondisi sekolah atau
keadaan di luar Jawa, tepatnya Kalimantan Tengah dengan segala
keterbatasan.
Jangan sampai aturan yang ada berstandar daerah maju sarana dan prasarananya. Kalau masalah itu tak diperhatikan, nasib guru kembali bakal terkatung-katung. Mereka akan merasa hanya dibuai oleh janji manis berselimut sertifikasi.
Jangan sampai aturan yang ada berstandar daerah maju sarana dan prasarananya. Kalau masalah itu tak diperhatikan, nasib guru kembali bakal terkatung-katung. Mereka akan merasa hanya dibuai oleh janji manis berselimut sertifikasi.
Jangan sampai program sertifikasi guru yang katanya untuk
meningkatkan kesejahteraan, justru menimbulkan persoalan baru. Guru
harus siap-siap kecewa lantaran tunjangan yang tersendat dengan dalih
administrasi tak lengkap. Atau lantaran SK dari pusat terlambat turun.
Sertifikasi ini seakan menjadi program setengah hati. Pencairan tersendat dan persyaratannya menimbulkan polemik.
Nasibmu guru.
Nasibmu guru.
http://www.borneonews.co.id/editorial/1786-janji-manis-sertifikasi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar